system thinking

Written by fatma sw 0 comments Posted in: , , ,

System Thinking Berpikir Sistem

When you have problem, what do you do? How do you think? Are you trying to cut the problem into smaller pieces then solve each pieces? For example: if you have a melon, then four people want it, each people have their own needs, one may need bigger part than the others, others may just want average part or smaller part. Will you ask one of them, cut it, then ask the others? If so, one will get the rest, that may not meet his/her needs. Ketika mempunyai masalah, apa yang akan kamu lakukan? Bagaimana menurut kamu? Apakah kamu akan memotong masalah itu menjadi bagian-bagian kecil kemudian memecahkan setiap bagian? Contoh: kalau kamu punya sebuah melon, setiap orang punya kebutuhan masing-masing. Akankah kamu bertanya pada orang pertama berapa banyak yang dibutuhkan, memotongnya, lalu bertanya kepada yang lain? Jika begitu, seseorang akan mendapat sisanya dan sisa itu mungkin tidak mencukupi kebutuhannya (dia mendapat bagian yang tidak adil). Cara berpikir mempengaruhi tindakan manusia sehari-hari. Russell L. Ackoff, seorang filsuf, berpendapat bahwa ada dua ide utama yang mendasari cara berpikir ilmiah tradisional. How we think influences human's behaviour everyday. Russell L. Ackoff, a philosopher, thinks that traditionally scientific system thinkings are based on two main ideas. Ide pertama didasarkan pada pemahaman bahwa semua fenomena dapat diterangkan dengan menggunakan hubungan sebab-akibat yang menyatakan bahwa setiap hal mempunyai penyebab jika penyebab tersebut perlu dan cukup. Cara berpikir ini tidaklah memadai sebab seringkali mustahil bagi kita untuk dapat menemukan hubungan sebab-akibat satu demi satu antar komponen dalam sistem. First idea is based on understanding about every phenomenon can be explained with cause-effect corelation which says that every thing has a cause if the cause is necessary and sufficient. This system thinking is not enough, because it's often impossible for us to find the cause-effect corelation for every component in the system. Ide kedua disebut reduksionis yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia (serta setiap pengalaman tentang dunia) dapat direduksi, didekomposisi, didisasembli, atau dibagi-bagi sehingga diperoleh bagian yang tak dapat lagi dibagi-bagi. Penyelesaian masalah dari setiap bagian ini dianggap dapat menyelesaikan keseluruhan masalah. Second idea called reductionist which stated that everything in this world (and every experience about the world) can be reduced, decomposed, disassemblied or divided until it becomes parts that can't be divided anymore. The problem solution for every part is assumed to be able to solve the whole problem. Coba kita lihat contoh cara berpikir ilmiah reduksionis secara agak ekstrim: Let's see some examples which are rather extreme: 1. Seorang ayah mengidap penyakit diabetes dan lever (hati). Untuk memecahkan masalah ini, sang anak membagi masalah ini ke dalam dua bagian, yaitu sakit diabetes dan sakit lever. Suatu hari sang anak membawa sang ayah ke dokter ahli penyakit diabetes untuk mengatasi masalah pertama. Keesokan harinya ke dokter ahli penyakit lever untuk mengatasi masalah kedua. Kedua dokter tentu memberi obat yang berbeda, dokter ahli diabetes memberi obat untuk menurunkan kadar gula dalam darah sedangkan dokter ahli lever memberi obat untuk menaikkan kadar gula agar lever dapat berfungsi kembali. Pada masalah ini, kesalahan ada pada semua pihak, mengapa baik anak maupun orangtuanya tidak memberitahu tiap dokter bahwa ayahnya mempunyai penyakit lain dan mengapa sang dokter tidak menanyakan obat apa yang sedang dikonsumsi oleh sang ayah. Mungkin itulah akibat cara berpikir reduksionis. 1. A father has problems with diabetes and liver. To solve this problem, his son divide this problem into two parts, which is diabetes and liver. One day, his son took him to a doctor to cure his diabetes to solve the first part (the first problem). Another day, his son took him to another doctor to cure his liver to solve the second part (the second problem). Both doctors surely gave different presriptions. The diabetes doctor gave him medicines to lower glucose level in his blood, another doctor gave him other medicines to increase glucose level in his blood so his liver can work again. In this problem, mistakes was done by all parties, why both the son and the father did not tell the doctors about the father's whole problem and why the doctor did not ask what medicines is being consumed by the father. Maybe that's the result of reductionist system thinking. 2. Ketika kita mengerjakan soal ujian esai, mungkin setiap soalnya terdiri dari beberapa pertanyaan, lebih baik jika kita membaca semua pertanyaan yang berkaitan dengan soal tersebut terlebih dulu sebelum kita mengerjakannya, karena seringkali ketika kita mengerjakan soal tersebut satu per satu, ketika kita melangkah ke soal berikutnya mungkin kita baru benar-benar mengerti apa yang diminta penguji / pembuat soal. 2. When we do an essay test, a problem may not consist only one question, there may be some questions, it's better if we read the all questions that are related to the question first then answer the questions, because it often happens when we answer the question one by one, when we do the next question, that time we may just really understand what the examiners want. 3. Ini adalah contoh yang lebih umum, ketika kita menterjemahkan kalimat antar bahasa, jika kita artikan kata-katanya satu per satu tanpa melihat konteks kalimatnya, kemudian menyatukannya, hasil terjemahannya bukan tidak mungkin jadi aneh. contoh: Inggris - Indonesia : My grandfather are going to dance with her grandmother in a ballroom. Milik saya (My) besar ayah (grandfather) adalah (are) going (pergi) ke (to) dansa (dance) dalam (in) a (sebuah) bola ruang (ballroom). 3. This is a more common example, when we translate sentences from one language to another, if we translate the word one by one without seeing the sentence context, then assembling it, the result is not impossibly becoming weird. 4. Sepasang suami-istri hidup di negara dengan empat musim. Suatu ketika, musim dingin tiba. Kemajuan teknologi telah mendukung terciptanya selimut pemanas yang bisa diatur suhunya. Pasutri (pasangan suami istri) tersebut pun membeli satu selimut tersebut untuk mereka berdua. Selimut ini memang didisain untuk pasangan suami istri. Keunggulan selimut listrik ini, temperatur suhu selimut bagian kanan dan kiri bisa diatur oleh masing-masing penggunanya (jadi suhu selimut sebelah kanan mungkin berbeda dengan suhu selimut sebelah kiri). Suatu saat Sang suami tidur bersama istrinya. Di malam hari, sang suami merasa agak kedinginan, lalu dia berpikir, "Ah, pasti istri saya kedinginan.", karena cintanya pada sang istri, dia pun menaikkan suhu selimut istrinya. Tak lama kemudian, sang suami pun tertidur. Istri sang suami merasa agak kepanasan, dia pun berpikir, "Ah, suami saya pasti kepanasan." Karena cintanya pada sang suami, sang istri pun menurunkan suhu selimut suaminya. Akhirnya... mungkin saja sang istri mati kepanasan, sedangkan sang suami mati kedinginan. 4. I watched a movie about an otaku. He loves a girl. But one day, his friends ask him to see an exebition called "Comixet". He told the girl that he has to work but actually he came to see the exebition, having fun with his friends in his otaku dress. But, suddenly he met the girl, the girl saw him in his otaku dress then she told him not to meet her again. He think it is his fault that he is an otaku. He throw away all his toys; gundams, models, comics, etc. Then he told the girl that he has left his otaku behaviour, but the girl still can't forgive him. Actually, he is an otaku, that is not a problem, the main problem is his small lie. How the story continues... watch "Densha Otoko"! Nah, itulah mengapa sistem berpikir seperti itu dianggap kuno. Jaman sekarang ini, kedua ide tersebut mungkin tidak tepat lagi untuk diterapkan karena banyak masalah tidak dapat dipecahkan dengan kedua ide tersebut, ide yang tepat adalah dengan cara berpikir sistem, jadi kita memikirkan penyelesaian untuk keseluruhan masalah sekaligus, bukan per bagiannya. So, that's why that kind of system thinking is considered left behind. In the present times, when we have a problem, we should not think like our ancestor did, because many problems may not be possible to be solved by those two, the better idea is thinking with "system thinking", so we think to get a solution for the whole problem, not by its parts.

0 comments:

Post a Comment

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Sunday, September 18, 2011

system thinking

System Thinking Berpikir Sistem
When you have problem, what do you do? How do you think? Are you trying to cut the problem into smaller pieces then solve each pieces? For example: if you have a melon, then four people want it, each people have their own needs, one may need bigger part than the others, others may just want average part or smaller part. Will you ask one of them, cut it, then ask the others? If so, one will get the rest, that may not meet his/her needs. Ketika mempunyai masalah, apa yang akan kamu lakukan? Bagaimana menurut kamu? Apakah kamu akan memotong masalah itu menjadi bagian-bagian kecil kemudian memecahkan setiap bagian? Contoh: kalau kamu punya sebuah melon, setiap orang punya kebutuhan masing-masing. Akankah kamu bertanya pada orang pertama berapa banyak yang dibutuhkan, memotongnya, lalu bertanya kepada yang lain? Jika begitu, seseorang akan mendapat sisanya dan sisa itu mungkin tidak mencukupi kebutuhannya (dia mendapat bagian yang tidak adil). Cara berpikir mempengaruhi tindakan manusia sehari-hari. Russell L. Ackoff, seorang filsuf, berpendapat bahwa ada dua ide utama yang mendasari cara berpikir ilmiah tradisional. How we think influences human's behaviour everyday. Russell L. Ackoff, a philosopher, thinks that traditionally scientific system thinkings are based on two main ideas. Ide pertama didasarkan pada pemahaman bahwa semua fenomena dapat diterangkan dengan menggunakan hubungan sebab-akibat yang menyatakan bahwa setiap hal mempunyai penyebab jika penyebab tersebut perlu dan cukup. Cara berpikir ini tidaklah memadai sebab seringkali mustahil bagi kita untuk dapat menemukan hubungan sebab-akibat satu demi satu antar komponen dalam sistem. First idea is based on understanding about every phenomenon can be explained with cause-effect corelation which says that every thing has a cause if the cause is necessary and sufficient. This system thinking is not enough, because it's often impossible for us to find the cause-effect corelation for every component in the system. Ide kedua disebut reduksionis yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia (serta setiap pengalaman tentang dunia) dapat direduksi, didekomposisi, didisasembli, atau dibagi-bagi sehingga diperoleh bagian yang tak dapat lagi dibagi-bagi. Penyelesaian masalah dari setiap bagian ini dianggap dapat menyelesaikan keseluruhan masalah. Second idea called reductionist which stated that everything in this world (and every experience about the world) can be reduced, decomposed, disassemblied or divided until it becomes parts that can't be divided anymore. The problem solution for every part is assumed to be able to solve the whole problem. Coba kita lihat contoh cara berpikir ilmiah reduksionis secara agak ekstrim: Let's see some examples which are rather extreme: 1. Seorang ayah mengidap penyakit diabetes dan lever (hati). Untuk memecahkan masalah ini, sang anak membagi masalah ini ke dalam dua bagian, yaitu sakit diabetes dan sakit lever. Suatu hari sang anak membawa sang ayah ke dokter ahli penyakit diabetes untuk mengatasi masalah pertama. Keesokan harinya ke dokter ahli penyakit lever untuk mengatasi masalah kedua. Kedua dokter tentu memberi obat yang berbeda, dokter ahli diabetes memberi obat untuk menurunkan kadar gula dalam darah sedangkan dokter ahli lever memberi obat untuk menaikkan kadar gula agar lever dapat berfungsi kembali. Pada masalah ini, kesalahan ada pada semua pihak, mengapa baik anak maupun orangtuanya tidak memberitahu tiap dokter bahwa ayahnya mempunyai penyakit lain dan mengapa sang dokter tidak menanyakan obat apa yang sedang dikonsumsi oleh sang ayah. Mungkin itulah akibat cara berpikir reduksionis. 1. A father has problems with diabetes and liver. To solve this problem, his son divide this problem into two parts, which is diabetes and liver. One day, his son took him to a doctor to cure his diabetes to solve the first part (the first problem). Another day, his son took him to another doctor to cure his liver to solve the second part (the second problem). Both doctors surely gave different presriptions. The diabetes doctor gave him medicines to lower glucose level in his blood, another doctor gave him other medicines to increase glucose level in his blood so his liver can work again. In this problem, mistakes was done by all parties, why both the son and the father did not tell the doctors about the father's whole problem and why the doctor did not ask what medicines is being consumed by the father. Maybe that's the result of reductionist system thinking. 2. Ketika kita mengerjakan soal ujian esai, mungkin setiap soalnya terdiri dari beberapa pertanyaan, lebih baik jika kita membaca semua pertanyaan yang berkaitan dengan soal tersebut terlebih dulu sebelum kita mengerjakannya, karena seringkali ketika kita mengerjakan soal tersebut satu per satu, ketika kita melangkah ke soal berikutnya mungkin kita baru benar-benar mengerti apa yang diminta penguji / pembuat soal. 2. When we do an essay test, a problem may not consist only one question, there may be some questions, it's better if we read the all questions that are related to the question first then answer the questions, because it often happens when we answer the question one by one, when we do the next question, that time we may just really understand what the examiners want. 3. Ini adalah contoh yang lebih umum, ketika kita menterjemahkan kalimat antar bahasa, jika kita artikan kata-katanya satu per satu tanpa melihat konteks kalimatnya, kemudian menyatukannya, hasil terjemahannya bukan tidak mungkin jadi aneh. contoh: Inggris - Indonesia : My grandfather are going to dance with her grandmother in a ballroom. Milik saya (My) besar ayah (grandfather) adalah (are) going (pergi) ke (to) dansa (dance) dalam (in) a (sebuah) bola ruang (ballroom). 3. This is a more common example, when we translate sentences from one language to another, if we translate the word one by one without seeing the sentence context, then assembling it, the result is not impossibly becoming weird. 4. Sepasang suami-istri hidup di negara dengan empat musim. Suatu ketika, musim dingin tiba. Kemajuan teknologi telah mendukung terciptanya selimut pemanas yang bisa diatur suhunya. Pasutri (pasangan suami istri) tersebut pun membeli satu selimut tersebut untuk mereka berdua. Selimut ini memang didisain untuk pasangan suami istri. Keunggulan selimut listrik ini, temperatur suhu selimut bagian kanan dan kiri bisa diatur oleh masing-masing penggunanya (jadi suhu selimut sebelah kanan mungkin berbeda dengan suhu selimut sebelah kiri). Suatu saat Sang suami tidur bersama istrinya. Di malam hari, sang suami merasa agak kedinginan, lalu dia berpikir, "Ah, pasti istri saya kedinginan.", karena cintanya pada sang istri, dia pun menaikkan suhu selimut istrinya. Tak lama kemudian, sang suami pun tertidur. Istri sang suami merasa agak kepanasan, dia pun berpikir, "Ah, suami saya pasti kepanasan." Karena cintanya pada sang suami, sang istri pun menurunkan suhu selimut suaminya. Akhirnya... mungkin saja sang istri mati kepanasan, sedangkan sang suami mati kedinginan. 4. I watched a movie about an otaku. He loves a girl. But one day, his friends ask him to see an exebition called "Comixet". He told the girl that he has to work but actually he came to see the exebition, having fun with his friends in his otaku dress. But, suddenly he met the girl, the girl saw him in his otaku dress then she told him not to meet her again. He think it is his fault that he is an otaku. He throw away all his toys; gundams, models, comics, etc. Then he told the girl that he has left his otaku behaviour, but the girl still can't forgive him. Actually, he is an otaku, that is not a problem, the main problem is his small lie. How the story continues... watch "Densha Otoko"! Nah, itulah mengapa sistem berpikir seperti itu dianggap kuno. Jaman sekarang ini, kedua ide tersebut mungkin tidak tepat lagi untuk diterapkan karena banyak masalah tidak dapat dipecahkan dengan kedua ide tersebut, ide yang tepat adalah dengan cara berpikir sistem, jadi kita memikirkan penyelesaian untuk keseluruhan masalah sekaligus, bukan per bagiannya. So, that's why that kind of system thinking is considered left behind. In the present times, when we have a problem, we should not think like our ancestor did, because many problems may not be possible to be solved by those two, the better idea is thinking with "system thinking", so we think to get a solution for the whole problem, not by its parts.

0 comments:

Post a Comment

Pages

Powered By Blogger

Sample List

Powered by Blogger.

Buscar